Kebudayaan Sabu
ASAL KATA SABU
Orang sabu pada umumnya menamakan dirinya do hawu. Pulau sabu mereka sebut rai
hawu. Do berasal dari kata dou, artinya orang atau manusia. Jadi
arti kata dohawu adalah orang hawu. Rai artinya tanah atau negeri, jadi rai hawu artinya tanah hawu.Bahasa orang
sabu disebut li hawu. Segala apa saja
yang dipandang yang asli atau berasal dari sabu selalu dikenakan kata sandang hawu, sedangkan yang berasal dari luar
atau bukan asli sabu dikenakan kata sandang jawa.
Kata sandang hawu sudah dipergunakan sejak zaman dahulu kala yaitu sejak
generasi ke-8 orang sabu yang bernama hawu
miha. Hawu miha sama artinya hawu bin miha atau hawu anak dari miha. Nama
beliaulah yang dipakai menjadi nama dari do
hawu atau rai hawu.
Asal mula kata Sabu berasal sejak bangsa portugis dan
belanda tiba di sabu, kata hawu telah mengalami perubahan dalam
melafalkannya.Dalam bahas tulisan, orang portugis menulis kata hawu itu savo, sedangkan orang belanda
menulisnya dengan kata savu.Kata savo dilafalkan orang portugis
menjadi sabo, sedangkan orang
belanda tetap savu. Bahasa
sabu tidak mengenal lafal kata yang berhuruf F atau V. mereka melafalkan F atau
V dengan bunyi B atau P. oleh karena itu, pada zaman penjajahan belanda
meskipun dalam bahasa tulisan kata hawu
ditulis secara resmi savu,
akan tetapi do hawu merasa lebih mudah melafalkan kata sabu.Lebih dekat pada lafal portugis sabo daripada savu.
Meskipun secara resmi pemerintah menulis kata savu,akan tetapi orang sabu lebih senang melafalkan bukan
dengan sabo atau savu, melainkan sabu sebab dalam
bahasa asli hawu, ada bunyi U dan lafal itu lebih cocok dengan lidah mereka.
Sampai sekarang kata sabu tetap dipakai baik dalam
bahasa tulisan maupun bahasa lisan. Meskipun demikian kata hawu, rai hawu, do hawu, dan li hawu masih tetap dipakai ketika
orang sabu bercakap-cakap dalam bahasa sabu,baik mereka yang bermukim di dalam
maupun diluar kepulauan sabu. Namun saya sebagai orang Sabu tidak fasih
berbicara dalam bahasa Sabu, mungkin karena saya jaga bukan orang Sabu
seutuhnya. Meskipun begitu saya agak mengerti jika ada keluarga dari Sabu yang datang dan
berbicara dengan bahasa Sabu.
KEADAAN UMUM SABU
1. LETAK
GEOGRAFIS
Kepulauan sabu terletak diantara
pulau sumba, pulau rote dan pulau timor, pada 1210 45’ sampai 122 4’ BT dan 10 27’ sampai 10 38’ LS.
Kepulauan ini terdiri dari tiga buah pulau yaitu pulau sabu, raijua dan dana.
Namun pulau yang berpenghuni adalah pulau sabu dan pulau raijua. Menurut cerita
orang tua-tua, sebenarnya ada pulau yang keempat yang bernama rai kelara, namun
pulau ini tenggelam ketika terjadi air bah yang disebut lale dahi.
Kecamatan sabu terdiri dalam lima wilayah kecamatan yaitu :
1.
Sabu Timur dengan ibukota Below
2.
Sabu Barat dengan ibukota Mehara
3.
Sabu Utara dengan ibukota Seba
4.
Sabu selatan dengan ibukota Liae
5.
Raijua dengan ibukota Walurede
KEADAAN
ALAM DAN IKLIM
Keadaan alam di pulau sabu relative
sama. Ada sedikit perbedaan ialah bahwa pada wilayah bagian utara relative
lebih jauh karena mempunyai sejumlah mata air dengan beberapa buah sungai yang berair
sepanjang tahun,sedangkan pada wilayah baggian selatan kering dan tandus serta
tidak mempunyai mata air sebaik seperti dibagian utara. Hampir seluruh
kepulauan ini terdiri dari tanah putih/kapur yang berbukit-bukit dan tanah
merah yang kurang subur kecuali sedikit tanah datar dibagian utara.Di sabu
tidak ada gunung.Yang ada hanyalah beberapa buah puncak bukit yang tingginya
kira-kira 250 m. keadaan iklimnya ditandai oleh musim kemarau yang panjang yang
berlangsung dari bulan maret-november. Musim hujan mulai dari bulan
desember-februari
Mata
Pencaharian
Mata pencaharaian utama orang sabu
adalah petani.Pada umumnya mereka bekerja sebagai peladang dan penyadap lontar.
Menurut data tahun 1988, dari antara penduduk yang berjumlah 57.809 jiwa,
terdapat 33.112 orang petani, pegawai 3.392 orang, tukang 142 orang, nelayan
125 orang dan pedagang 65 orang. Pola kegiatan para petani masih terikat pada
siklus kegiatan menurut kalenndar lunar yang sangat erat kaitannya dengan adat
istiadat yang bersumber pada konsep religi dari agama suku orang sabu.Hasil
produksi pertanian sangat tergantung pada curah hujan serta tekhnologi
pertanian yang sederhana.Pada beberapa decade terakhir terdapat sedikit
kemajuan oleh adanya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan LSM.
C. ADAT
ISTIADAT DALAM PERKAWINAN
Kenoto
dalam perkawinan adat sabu
Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai kebiasaan dan adat
budaya. Pada setiap perkawinan selalu didahului dengan tata cara kebiasaan adat
yang berlaku dari generasi ke generasi, baik secara lengkap dan utuh, maupun
sebagian Karena dimodifikasi/disesuaikan dengan perkembangan. Demikian juga
dengan dikalangan suku sabu, setiap kali terjadi perkawinan acara kenoto itu
tidak bisa diabaikan begitu saja, entah itu perkawinan antara mampu atau tidak
mampu.
v Pengertian Kenoto
Istilah “kenoto” adalah bahasa asli sabu, arti sebenarnya dari kenoto itu
ialah tempat sirih yang terbuat dari daun lontar dan khusus dipakai oleh kaum
pria. Sedangkan tempat sirih pinang yang khusu dipakai oleh kaum wanita adalah
“kepepe”. Kedua-duanya terbuat dari daun lontar,dan sesekali juga ada yang
dibuat dari daun pandan, yaitu sejenis pohon yang tumbuh di tepi sungai.
Seorang pria yang sudah menanjak akhil baliq, pada waktu
dulu biasa ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Memotong gigi/memasah gigi
Mereka yang tidak memotong gigi akan
menerima sindiran, cercaan dan bahasa-bahasa lainnya yang kurang enak didengar.
Sering dijuluki “bergigi kuda,pagar tidak serasi dan sebagainya”. Memotong gigi
sekaligus menyerasikan letak gigi. Upacara menggososk gigi atau memasah gigi
diawali dengan mengantarkan daun sirih dan pinang kepada orang yang dimintai
memasah giginya. Pemasahan dilakukan dengan menggosokkan batu yang disebut wowadu keahe/wowadu haga ke permukaan gigi, sementara anak yang dipasah
itu berbaring. Umumnya pemasahan dilakukan menjelang hari perkawinan.Sesudah
lamaran terjadi si gadis juga memasahkan pula.
b. Menyandang tempat sirih
Setelah pemotongan gigi, diikuti
dengan kebiasaan memamah sirih pinang. Sirih pinang itu selalu di kantongi
kemana saja pergi. Tempat menaruh sirih pinang itulah yang dinamai “kenoto”.
Kedua ciri tersebut diatas adalah kisah awal mulanya
keberadaan kenoto dan itu pada zaman terdahulu.Pada perkembangan selanjutnya,
kenoto dipakai sebagi symbol dalam acara perkawinan adat sabu. Dikatakan
sebagai symbol karena digunakan langsung tempat aslinya yang biasa dipakai
menaruh sirih pinang itu tetapi dalam bentuk yang lainseperti dulang/tempat
lain yang kemudian diibungkus rapi dengan kain putih atau kuning lalu dibawa
pada waktu acara itu akan berlangsung.
Barang-barang/benda yang biasa diminta sebagai kenoto dan
kelengkapannya adalah sebagai berikut :
1.
Isi Kenoto
Isi kenoto adalah sejumlah uang yang ditetapkan sesuai
mufakat keluarga wanita. Isi kenoto biasa dipengaruhi oleh :
a. Status social keluarga wanita
b. Tingkat pendidikan sang gadis
c. Jabatan/pekerjaan sang gadis
d. Keturunan
2.
Pili Dida/Unu Deo
Pili dida ( sesuai artinya orang
pertama dan utama yang mengambil atau mengangkat isi bungkusan/kenoto).
Biasanya pili dida itu adalah saudara laki-laki ibu si gadis atau yang paling
berhak atas diri ibu si gadis.Untuk pili dida itu juga sejumlah uang yang tidak
begitu besar.Selain uang, pili dida wajib menerima binatang hidup (yang
bernafas).Binatang hidup itu mutlak harus ada.Seturut keyakinan orang sabu,
binatang hidup itu sebagai lambing kesuburan. Jikalau keluarga menghendaki
perkawinan itu maka permintaan binatang hidup itu tidak boleh ditolak atau
diabaikan
3.
Hau Kenoto (yang memangku kenoto)
Biasanya yang dipilih adalah do ana ina yang artinya seorang ibu yang
masih bertalian erat hubungan darah/keluarga dengan ibu si gadis. Do ana ina mengandung arti kalau ibu si
gadis meninggal dunia, maka ibu itulah salah satunya yang berhak memandikan
mayat ibu si gadis.
4.
Ihi Walli ( Bada Walli )
Ihi walli artinya belis yaitu
sejumlah binatang yang diserahkan sebagai ungkapan perasaan dan ikatan bathin
dari pihak lelaki.Besar atau jumlahnya sesuai belis yang berlaku waktu ibu atau
neneknya dahulu.Belis itu sudah termasuk dengan satu ekor untuk pili dida. Jumlah itu pantang dilebihkan
atau dikurangi dari belis ibu atau neneknya, karena sesuai kepercayaan orang
sabu perempuan yang meminta belis melebihi ibu atau neneknya akan ditimpa
musibah atau malapetaka berupa penyakit yang dahsyat yaitu badanya akan
luka-luka sampai seluruh tubuhnnya hancur berantakkan (ta habba ta wugu )
5.
Emas
Tidak semua orang sabu memakai emas
sebagai belis atau isi kenoto, hal itu banyak berlaku pada keturuna
tertentu.Mereka dari keluarga yang tidak menimbang emas, pantang memintanya.
Karena hal tiu sudah merupakan ketentuan/syarat, maka mereka yang keturunan
penimbang emas berhubung emas itu sendiri susah didapat dan juga harga emas
begitu tinggi maka ditempuh dengan kebijaksanaan yakni tidak menuntut besarnya
jumlah gram emas yang diminta tetapi cukup seadanya saja, tetapi tetap
diusahakan dan harus ada walaupun kecil sekalipun, sehingga syarat atau
ketentuan tidak dianggap disepelekan.
6.
Sarung dan Selimut Sabu
Syarat ini tidak berlaku umum.Syarat
ini hanya dikenakan mereka yang “jalan salah”. Jalan salah dimaksud yaitu sang
gadis atau sang pria (calon pasangan suami istri) terlanjur melakukan hal yang
tidak dibolehkan. Hal tidak dibolehkan itu ialah bahwa mereka sudah hidup
berdampingan sebagai layaknya suami istri yang sebenarnya belum dibolehkan,
ialah sang gadis hamil/mengandung sebelum menikah sah. Karena kesalahan itulah
maka sebagi sanksi, pihak pria dikenakan syarat membawa sarung dan selimut sabu
sebagai penutup malu pihak wanita.
D. JENIS
TARIAN
1.
Pado’a
Tarian pado’a merupakan kegiatan
yang tidak terpisahkan dari ritual adat lainnya seperti Banga Liwu, Buiihi, dan Hole.Tarian ini biasannya dilakukan pada
malam hari sebelum dilakukan kegiatan Buihi
besok harinya. Seperti pada umumnya kegiatan pado’a diawali dengan
ritual-ritual adat yaitu suguhan sirih pinang dan kelapa wangi ( kenana,kellela dan nyiu wau mangngi)
diatas batu persembahan atau wowadu turu.
Sesudah acara pendahuluan ini Mone Pejo
atau tokoh yang dituahkan dan dianggap mengerti tata caranya mulai melakukan
koordinasi dengan para peserrta yang hadir dan sudah siap dengan ketupat yang
dibuat dari daun lontar serta berisi kacang hiau untuk diikat dikaki.
Dalam syair yang dilantunkan oleh Mone Pejo berisi puja dan puji kepada
sang pencipta alam semesta dan para leluhur yang telah memberikan kesuburan,
kemakmuran serta kelimpahan sehingga mereka telah panen hasil tanamannya, baik kacang hijau maupun jagung
serta padi.
Pandangan masyarakat sabu sendiri
terhadap pado’a adalah merupak suatu ajang kebahagiaan terutama kepada
pemuda-pemudi yang dibolehkan untuk saling bergandengan satu sama lainnya atau
dalam bahasa sabu pegai, peggati dengan caranya masing-masing.
Sedangkan manfaat bagi orang tua acara ini merupakan suatu kesempatan bagi
mereka untuk menjajakan jualan hasil kebun/panen.Selain itu juga bagi orang tua
kegiatan pado’a ini juga dijadikan sebagai hasil kebun/panen.selain itu juga
sebagai arena hiburan dan pelepasan lelah setelah mereka mengerjakan berbagai
aktifitasnya. Kegiatan pado’a ini biasanya berlangsung selama 7 hari dan
sesudah acara hole dilaksanakan, oleh
toko adat lokasi tempat, pado’a itu disiram dengan air gula sebagai pertanda
kegiatan pado’a berakhir.
2.
Ledo hawu
Tarian ledo hawu untuk upacara kematian,pernikahan keturunan
raja,menyambut tamu/para pembesar.
3.
Pelakonaga
Tarian pelakonaga adalah jenis tarian perkawinan.calon suami
menjemput calon istri.calon istri dilengkapi oleh orangtuanya dengan ayam dan
ternak lainnya serta peralatan kerajinan tenun/harru kabala atau kappe
wangungu. jika istri meninggal lebih dahulu, maka Harru Kabala harus di
kembalikan kepada orangtuanya sebagai tanda bahwa ia telah kembali ke
orangtuanya.
JENIS-JENIS
WISATA
1.
Wisata Alam





2.
Wisata Bahari






3.
Wisata Budaya





Tidak ada komentar:
Posting Komentar